Uang

Kecanduan Belanja Online? Hati-Hati Jebakan Money Trap

Gen-Z adalah generasi pertama anak-anak yang tidak ingat bagaimana kehidupan kakak, ibu, ayah, atau kakek dan neneknya sebelum ada internet. Mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 atau sekarang berusia 9-24 tahun tumbuh dengan Facebook, Instagram, Twitter, Tik Tok, dan berbagai aplikasi online yang menemani kesehariannya.

Sebuah penelitian terbaru, dilansir dari situs Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebutkan 30 persen anak di bawah usia enam bulan sudah terpapar gawai rutin rata-rata 60 menit per hari. Sembilan dari 10 anak usia dua tahun terpapar gawai lebih lama yang membuat mereka berpotensi mengalami screen dependency disorder atau gangguan ketergantungan terhadap layar gawai.

Peningkatan gawai yang dramatis ini memungkinkan perusahaan pengiklan atau advertiser memiliki lebih banyak peluang untuk memanipulasi dan mengambil uang kita lebih banyak. Setiap algoritma media sosial dirancang dan dikuratori untuk mendorong kita membeli sesuatu dalam sebuah iklan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Money Trap Saat Belanja Online

Semua yang kita suka, semua yang sering kita lihat, semua yang pernah kita telusuri dikumpulkan dan digunakan untuk mencari tahu iklan mana yang mungkin membuat kita hendak membeli sesuatu.

Saya tak bisa mengatakan belanja online itu tidak baik. Bagaimana pun belanja online sudah menjadi bagian dan cara hidup generasi sekarang.

Setiap kali kita membutuhkan produk atau layanan tertentu, hal pertama yang kita lakukan pasti buka ponsel dan cek harga secara online, membaca ulasan, dan menemukan alternatif platform yang menjual dengan harga lebih miring.

Begitu banyak waktu dan uang yang kita habiskan untuk belanja online. Tidak heran jika kita menghabiskan lebih banyak uang lagi di berbagai platform. Hati-hati! Jangan sampai kita terperangkap money trap atau jebakan uang yang merusak tatanan finansial kita di masa depan.

Hati-hati money trap akibat kecanduan belanja online/ Foto: olahan pribadi dengan Canva
Hati-hati money trap akibat kecanduan belanja online/ Foto: olahan pribadi dengan Canva

Berikut adalah lima cara belanja online berlebihan menyeret kita ke dalam money trap.

1. Kita akan menghabiskan lebih banyak uang dengan alasan beli online lebih hemat

Kita berselancar online untuk menemukan penawaran terbaik, mencari diskon, dan menganggapnya sebagai bentuk penghematan. Ini tidak selamanya benar.

Alasannya, ketika kita sebagai konsumen bisa membeli produk jauh lebih murah di platform online ketimbang toko fisik, kita merasa uang yang kita hemat itu uang gratis. Kejadian selanjutnya yang sering terjadi adalah kita akan membeli lebih banyak barang dengan uang gratis yang kita nilai hemat tadi.

Pada akhirnya kita tidak benar-benar menghemat uang. Kita baru saja menghabiskan uang sisa untuk membeli produk lain yang mungkin sebetulnya tidak benar-benar kita butuhkan.

2. Kita membeli barang yang kita inginkan, bukan yang kita butuhkan.

Pernah mendengar istilah lapar mata? Begitulah penyakit kita saat belanja online.

Belanja online memang menyenangkan. Kita tidak perlu berjalan kaki menghabiskan tenaga dan waktu berkeliling mal atau toko untuk melihat aneka produk. Sadar tidak? Menjelang proses check-out, kita sering direkomendasikan produk-produk serupa yang terkait dengan produk yang sudah masuk ke keranjang kita.

Akhirnya kita merasa produk yang direkomendasikan tadi masuk akal untuk dibeli. Jika kita melakukannya, kita sudah melakukan impulsive buying, yaitu membeli barang-barang yang hanya kita inginkan, bukan yang kita butuhkan.

3. Jebakan notifikasi iklan

Kadang kita sudah check-out dan selesai belanja. Namun, keesokan harinya kita mendapat notifikasi yang mengingatkan kita akan barang-barang yang sempat kita intip.

Jebakan notifikasi iklan ini juga bentuk money trap ala belanja online. Akibat notifikasi bertubi-tubi ini kita akhirnya melanjutkan kebiasaan impulsive buying tadi.

4. Kita kecanduan membuka aplikasi

Setelah mendapat penawaran bagus secara online, kita mungkin kecanduan. Begitu ada waktu luang, misalnya dalam perjalanan pulang kerja, atau sedang malas-malasan di rumah, kita tergoda membuka aplikasi belanja online.

Awalnya niat kita mungkin cuma lihat-lihat alias cuci mata. Ujung-ujungnya kita kembali membelanjakan uang dengan mudah.

Kita menghalalkan segala cara untuk memenangkan pembelian. Jika saldo sudah menipis, ada tawaran paylater atau membayar dengan kartu kredit.

5. Barang murah, ongkir mahal.

Logikanya sederhana. Kita sudah menghabiskan banyak waktu untuk browsing dan memilih produk yang disukai. Kita sudah jatuh hati dan merasa terikat dengan produk yang tinggal bayar tersebut.

Harga barang murah sekali, eh ternyata ongkos kirim alias ongkirnya besar. Begitu diakumulasi harga barang dan ongkir, ternyata jatuhnya mahal. Namun, karena kita merasa sudah menghabiskan banyak waktu untuk menemukan barang tersebut, akhirnya kita masa bodoh dengan biaya total di akhir.

Hal lain yang menyebalkan dari money trap ala belanja online adalah kita tidak sadar membeli dari toko atau merchant tidak resmi. Bisa saja kita menerima produk dengan kualitas di bawah standar, tidak sesuai dengan foto yang dipajang. Duh, kasihan deh!

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Parenting dan lifestyle blogger yang senang menuangkan kisahnya di www.muthebogara.blog