Bahaya MPASI Dini di Bawah Enam Bulan
Cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih tergolong rendah, sekitar 42 persen. Salah satu penyebab ibu gagal menyusui eksklusif karena memberikan MPASI dini.
Angka kejadian MPASI dini di Indonesia masih tinggi. Sebuah penelitian di Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan pemberian MPASI dini di Jawa Timur menyentuh angka 60 persen. Bayi rata-rata diberikan air madu, air gula, dan bubur sebelum berusia enam bulan.
Kondisi serupa tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir satu dari tiga bayi di Amerika Serikat atau sekitar 31,9 persen diperkenalkan MPASI dini sebelum empat bulan. Alasan orang tua memberikan bayinya MPASI dini kadang sukar dipahami.
Umumnya ibu yang memberikan bayinya MPASI dini menganggap anak sudah cukup besar untuk mengonsumsi makanan padat. Mereka melihat bayinya sudah menunjukkan tanda-tanda kesiapan ketika sudah bisa duduk sendiri dengan kontrol kepala baik, menunjukkan minat tinggi pada makanan, sering menangis karena lapar saat jeda waktu menyusui dan refleks ekstrusi atau sering menjulurkan lidah.
Ada juga ibu beralasan berat badan anaknya stagnan atau terus menurun. Salah satu cara menaikkan berat badan dengan cepat adalah memberikan anak MPASI dini.
Bahaya MPASI Dini
Badan Kesahatan Dunia (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian MPASI saat bayi memasuki usia enam bulan. Berikut lima bahaya pemberian MPASI dini pada bayi di bawah enam bulan.
1. Mengurangi peluang anak mendapat ASI eksklusif
Air susu ibu adalah makanan paling ideal untuk bayi beberapa bulan awal dilahirkan. Komposisi ASI seimbang memenuhi semua kebutuhan bayi di masa pertumbuhan.
Bayi sebaiknya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan dan makanan padat lain selama enam bulan pertama. Pemberian MPASI dini mengakibatkan penurunan produksi ASI lebih cepat. Akibatnya ibu tidak bisa menyusui bayinya secara eksklusif enam bulan pertama kehidupan si kecil.
2. Memicu gangguan pencernaan
Sistem pencernaan dan kemampuan motorik bayi belum matang. Pencernaan bayi belum siap menerima makanan selain ASI sebelum berusia enam bulan.
Bayi yang mendapat MPASI dini lebih banyak terserang diare. Diare merupakan penyakit endemis di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Tak heran frekuensi dan angka kematiannya tinggi.
3. Mengganggu sistem kekebalan tubuh bayi
Bayi yang menjalani MPASI dini menerima lebih sedikit proteksi yang menyebabkannya rentan sakit. Bukan hanya diare, bayi juga rentan sembelit, batuk pilek, dan demam. Sistem kekebalan tubuhnya tak sekuat bayi yang menerima ASI eksklusif.
4. Memengaruhi tingkat kecerdasan otak anak
Berbagai penelitian menunjukkan bayi yang diberikan ASI eksklusif menunjukkan perkembangan otak luar biasa sebelum usia dua tahun dibanding bayi yang diberi susu formula atau bayi yang diberikan MPASI dini. Anak yang diberikan MPASI secara tepat waktu menunjukkan peningkatan kemampuan berbahasa, persepsi viual, dan kontrol motorik lebih baik.
Penelitian Brown University yang diterbitkan di Jurnal Neurolmage menyebutkan ASI eksklusif meningkatkan pertumbuhan otak bayi 20-30 persen. Apabila bayi dijejali MPASI dini sebelum enam bulan, bayi kehilangan peluang emas tersebut.
5. Memicu obesitas dan penyakit lainnya
Pemberian MPASI adalah proses transisi mengenalkan anak makanan padat ketika ASI dan susu formula tak lagi cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Waktu pengenalan MPASI yang tidak tepat, diikuti kuantitas dan kualitas MPASI yang kurang memadai bisa menyebabkan bayi kekurangan gizi atau kelebihan gizi. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas di kemudian hari.
MPASI dini bisa memicu kenaikan berat badan lebih awal dan peningkatan risiko obesitas di kemudian hari. Bayi berpotensi mengembangkan kebiasaan obesogenik, yaitu banyak mengonsumsi panganan yang meningkatkan risiko obesitas, seperti makanan cepat sejati dan minuman berpemanis.