Lingkungan

Lima Tantangan dan Isu Lingkungan Indonesia di 2022

Tahun 2022 baru berjalan satu bulan, tetapi dunia, tak terkecuali Indonesia masih bergulat dengan permasalahan lingkungan. Bukan rahasia lagi bahwa keanekaragaman hayati di sekitar kita jumlahnya berkurang drastis.

Para ilmuwan dunia pada 2020 saja menyatakan lebih dari 100 spesies di muka Bumi telah punah. Ini berita buruk bukan cuma untuk makhluk itu sendiri, melainkan kita manusia yang bergantung pada mereka sebagai sumber makanan, menghasilkan oksigen, menyuburkan tanah, membersihkan air, dan yang terpenting membuat Bumi ini lebih cantik.

Isu lingkungan di Indonesia 2020/ Foto: olahan pribadi dengan Canva
Isu lingkungan di Indonesia 2020/ Foto: olahan pribadi dengan Canva

Isu Lingkungan di Indonesia 2022

Ada banyak tantangan dan isu lingkungan berkembang di negara ini. Berikut lima di antaranya yang kita hadapi di 2022.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

1. Pembangunan PLTS terapung

Salah satu tantangan besar bagi keberlanjutan energi terbarukan di Indonesia adalah menemukan lebih banyak tempat untuk meletakkan susunan panel fotovoltaik yang besar. Beberapa tahun terakhir, gagasan untuk menempatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di perairan ketimbang daratan telah berkembang pesat.

Saat ini lebih dari 300 instalasi PLTS terapung sudah terpasang di seluruh dunia. Pendekatan ini menawarkan banyak manfaat, khususnya bagi keanekaragaman hayati. Salah satunya kita tidak perlu menebang hutan atau menemukan lahan luas yang jelas membutuhkan dana tidak sedikit untuk menaruh panel surya.

Tantangannya adalah Indonesia masih harus menentukan implikasi potensial, positif dan negatif terkait ide PLTS terapung ini bagi ekosistem perairan dan laut. Jawa Tengah sejauh ini berkomitmen menjadi provinsi energi surya pertama di Indonesia.

Institute for Essential Service Reform (IESR) telah melakukan pemetaan potensi teknis pemanfaatan energi surya di Jawa Tengah, khususnya PLTS terapung sebagai langkah awal pengembangan energi surya yang lebih agresif.

PLTS Cirata di Jawa Barat/ Foto: Republika
PLTS Cirata di Jawa Barat/ Foto: Republika

Selain Jawa Tengah, ada juga Jawa Barat. PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE) menjadi pengelola proyek PLTS terapung di Waduk Cirata, Purwakarta. Proyek ini bahkan sudah memasuki tahap konstruksi dan diperkirakan selesai akhir 2022.

2. Pemanfaatan abu vulkanik untuk bahan semen

Beton sejauh ini masih menjadi material paling banyak digunakan untuk konstruksi. Komposisi beton adalah semen, batu pasir, dan kerikil.

Kita tahu semen terbuat dari berbagai bahan yang melibatkan kegiatan penambangan besar, di antaranya penambangan batu kapur, penambangan pasir silika dan pasir besi, juga tanah liat.

Indonesia dikenal sebagai salah satu cincin api di dunia karena negara ini dikelilingi oleh gunung berapi. Gunung berapi menyemburkan berbagai material, salah satunya abu vulkanik.

Berbagai penelitian akademisi kita, seperti di Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyebutkan abu vulkanik memiliki kandungan kimia hampir sama dengan semen, hanya kurang sedikit kapur (Ca). Artinya, abu vulkanik yang ditambahkan sedikit kapur (Ca) bakar bisa menjadi bahan pengganti semen yang potensial meningkatkan kinerja dan mutu beton.

Abu vulkanik Gunung Sinabung/ Foto: Republika
Abu vulkanik Gunung Sinabung/ Foto: Republika

Bayangkan jika potensi abu vulkanik untuk menggantikan semen ini benar-benar terwujud di Indonesia. Betapa besar kontribusinya pada ekonomi lingkungan yang berkelanjutan.

3. Evaluasi rehabilitasi hutan mangrove

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, mulai dari pesisir Aceh sampai Papua. Luasannya mencapai 3,4 juta hektare (ha) setara 22,4 persen mangrove di dunia.

Pemerintah dan berbagai pihak secara luas melakukan rehabilitasi hutan mangrove beberapa tahun terakhir. Sayangnya tolak ukur keberhasilannya masih menghadapi sejumlah tantangan yang sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal.

Penanaman mangrove/ Foto: Republika
Penanaman mangrove/ Foto: Republika

Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) misalnya menerima beberapa laporan tentang kegagalan rehabilitasi hutan mangrove akibat asal tanam, tanpa ada perawatan berkelanjutan. Rehabilitasi bukan program sembarangan, melainkan program yang membutuhkan langkah matang sejak perencanaan hingga evaluasinya.

Mangrove menyerap karbon 4-5 kali lebih baik dari hutan tropis daratan. Oleh sebabnya penanaman mangrove juga tidak boleh asal-asalan.

Jenis-jenis tanaman mangrove yang bisa ditanam di satu daerah harus disesuaikan dengan kondisi lahan basah setempat. Ini juga tolak ukur keberhasilan yang tak bisa diabaikan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020 misalnya telah melakukan penanaman lebih dari 17 ribu ha tanaman mangrove, melampaui target 15 ribu ha. Bagaimana evaluasinya sampai saat ini?

4. Penambangan bawah laut di Indonesia

Indonesia memiliki potensi kelautan yang melimpah. Sejauh ini baru potensi perikanan saja yang menjadi pusat perhatian, eksplorasi, dan eksploitasi. Bagaimana dengan sumber daya alam di dasar laut kita?

Dasar laut Bumi menyimpan kekayaan logam mulia dan bahan tambang lainnya. Teknologi baru sekarang ini memungkinkan kita untuk menambang bahan-bahan tersebut.

Republik Nauru, negara kecil di Mikronesia, Pasifik tengah secara resmi mengizinkan praktik penambangan bawah laut. India sedang bersiap melakukan penambangan laut dalam untuk mendorong perekonomiannya. Rencana tersebut nyaris menerima lampu hijau dari PBB.

Jepang jauh lebih dulu memulai penambangan batu bara bawah laut, tepatnya di Pulau Ikhesima, Prefektur Nagasaki. Tim dari Kementerian ESDM awal 2009 juga pernah mengunjungi Pusat Pelatihan Teknologi Tambang Batubara di Ikeshima.

Pusat Survei Geologi, Badan Geologi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendata 128 cekungan sedimen di Indonesia. Setidaknya 60 cekungan minyak dan gas bumi (migas) bisa menghasilkan 84,48 miliar barel minyak. Sebanyak 40 cekungan berada di lepas pantai dan 14 cekungan di pesisir.

Pertanyaannya, berapa miliar barel minyak bumi dan gas yang bisa dihasilkan dari cekungan tersebut keseluruhan? Bila gunung berapi di daratan saja bisa mengandung bahan mineral emas, apakah gunung-gunung di dasar laut juga bakal sama?

Hal terpenting saat ini adalah mengetahui potensi sumber daya alam bawah laut kita.

5. Alternatif pengganti HFC untuk AC

Beberapa dekade terakhir, berbagai negara terus mengampanyekan pengurangan penggunaan hidrofluorokarbon (HFC) untuk komponen AC, lemari es, dan sistem pendingin lainnya. Kita tahu bahwa HFC salah satu kelompok gas rumah kaca 'super' yang berkontribusi pada pemanasan global.

Alternatif pengganti HFC yang diperkenalkan adalah hidrofluoroolefin (HFO). Sayangnya HFO sendiri tampaknya menimbulkan permasalahan lingkungan berbeda.

Ketika terurai, HFO membentuk senyawa kimia yang potensial mencemari air dan udara, bahkan beberapa menghasilkan gas rumah kaca yang kuat. Lalu, apa lagi yang bisa kita gunakan untuk mengganti bahan freon ini?

Negara mana pun perlu mengambil tindakan nyata berupa regulasi. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menunjukkan 7,98 persen rumah tangga di Indonesia memasang AC di rumahnya.

Angka ini meningkat dibanding 7,25 persen pada 2016. Pemilik penyejuk udara terbanyak berada di Jakarta di mana 30,8 persen rumah tangga memasang AC.

Pada 2021, Sekretaris Jenderal PBB telah mengingatkan pemimpin-pemimpin dunia bahwa kita telah berada di persimpangan jalan untuk menghadapi permasalahan lingkungan nan pelik. Pilihannya cuma dua, terus berbuat kerusakan di muka Bumi ini, atau membuat terobosan nyata.

Kita tentunya berharap 2022 akan menjadi tahun terobosan bagi lingkungan Indonesia yang lebih baik.

Berita Terkait

Image

Permasalahan Lingkungan yang Berasal dari Rumah Sendiri

Image

Lima Masalah Lingkungan Terbesar di Indonesia

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Parenting dan lifestyle blogger yang senang menuangkan kisahnya di www.muthebogara.blog