Bergulat dengan Rasa Lapar Akibat Konflik Rusia dan Ukraina
Mbithe Kyule, seorang warga Kenya sampai hari ini masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah lonjakan inflasi negara tersebut. Sekecil apapun konflik pemerintah di benua lain tentu saja membuat kehidupan seorang Kyule lebih sulit.
Pria yang tinggal di Nairobi, ibu kota Kenya itu hanya seorang penjual es loli. Dia hidup sehemat mungkin. Namun, belakangan terjadi lonjakan harga bahan pokok, seperti gula, minyak goreng, beras, dan tepung jagung.
Dalam hitungan bulan, harga satu liter minyak goreng meningkat tajam dari 1,30 dolar AS atau Rp 18.600 per liter menjadi 3,10 dolar AS atau Rp 44.400 per liter. Lonjakan harga juga terjadi pada komoditas lain, seperti susu.
"Biasanya saya mendapatkan dua hingga lima dolar AS per hari. Sekarang saya yang penting ada makanan bisa dimakan. Saya sudah tak bisa menabung lagi," kata Kyule, dilansir dari China Daily.
Inflasi Kenya tinggi. Masyarakatnya juga menderita akibat dampak covid-19. Jutaan orang kehilangan pekerjaan karena kekeringan berkepanjangan.
Harga pangan di Kenya dan seluruh negara di Afrika diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan. Gangguan pasokan makanan ini dipicu konflik Rusia Ukraina. Banyak negara di Afrika sangat bergantung pada impor biji-bijian, seperti gandum dan jagung.
Warga Kenya menggunakan tagar #lowerfoodprices di media sosial untuk memprotes tingginya harga pangan. Bank Dunia sudah memperingatkan bahwa konflik Rusia Ukraina kemungkinan besar meningkatkan harga pangan di pasar negara-negara berkembang.
Presiden the International Fund for Agricultural Development, Gilbert F Houngbo mengatakan konflik dua negara yang terus berlanjut menjadi bencana besar bagi dunia, terutama negara-negara di Afrika.
"Empat puluh persen ekspor gandum dan jagung dari Ukraina dikirim ke Afrika dan Timur Tengah yang sejak lama sudah bergulat dengan kelaparan. Kekurangan dan kenaikan harga pangan lebih lanjut bisa memicu konflik sosial," katanya.
Kepala Eksekutif Asosiasi Pabrik Sereal Kenya, Paloma Fernandes menambahkan konflik Rusia Ukraina memengaruhi biaya produksi di Afrika Timur. Selanjutnya masalah ini berpotensi meningkatkan biaya hidup di wilayah tersebut.
"Kita bergantung pada Ukraina dan Rusia sebagai eksportir utama biji-bijian. Mereka menyumbang 33 persen pasokan gandum global," terangnya.
Sebanyak 45 negara di Afrika mengimpor setidaknya sepertiga gandum Ukraina dan Rusia. Konflik kedua negara tetangga itu memperburuk krisis pangan di negara-negara miskin Afrika.