Sayap Burung Hantu Menginspirasi Teknologi Peredam Suara Pesawat dan Turbin
Saat birdwatching ke Hutan Pendidikan Gunung Walat di Sukabumi, saya dan beberapa rekan sesama pengamat burung berjalan menyusuri hutan rasamala pada malam hari.
Langkah kami sempat terhenti menyaksikan seekor burung hantu besar terbang kemudian hinggap di sebatang pohon seperti ninja. Dia begitu senyap, nyaris tanpa suara.
Sebagian besar burung akan menghasilkan suara kepakan sayap saat terbang. Semakin besar ukuran sayap atau semakin cepat pergerakan burung, maka semakin berisik pula suara kepakannya. Hal tersebut pengecualian untuk burung hantu, bahkan burung hantu dengan ukuran tubuh terbesar dari Amerika, seperti burung hantu bertanduk besar (Bubo virginianus).
Burung hantu memiliki fitur sayap dan bulu unik yang memungkinkan mereka terbang dan bergerak tanpa suara. Mereka bisa sigap menangkap mangsa dan aman saat melarikan diri dari kejaran musuh.
Desain sayap burung hantu inilah yang menginspirasi munculnya teori kemampuan sayap sekunder (trailing edge) untuk menekan kebisingan dalam mesin pesawat, drone, dan turbin angin. Sekiranya teknologi ini tidak ada, bisa kita bayangkan betapa bisingnya suara mesin pesawat yang memecahkan gendang telinga kita saat duduk di dalam kabin pesawat.
Teknologi peredam suara dalam pesawat dan turbin angin tidak berevolusi secara kebetulan. Peneliti dari Universitas Xian Jiaotong menggunakan mekanisme sayap burung hantu ini untuk mendesain airfoil atau penampang melintang dari sayap pesawat udara, rotor helikopter, dan turbin angin. Ini secara signifikan mengurangi kebisingan trailing-edge.
"Burung hantu nokturnal bisa meredam kebisingan hingga 18 desibel lebih kecil dibanding burung lainnya pada kecepatan terbang yang sama. Konfigurasi sayapnya unik," kata salah satu penulis, Xiaomin Liu.
Ketika burung hantu menangkap mangsa, lanjut Liu bentuk sayapnya juga berubah. Konfigurasi sayap tepi burung hantu ini terus dipelajari untuk kemajuan teknologi penerbangan.
Kebisingan trailing-edge muncul ketika aliran udara melewati bagian belakang airfoil. Aliran tersebut membentuk lapisan turbulen udara sepanjang permukaan atas dan bawah airfoil. Ketika lapisan udara itu mengalir kembali melalui trailing-edge, lapisan tersebut menyebarkan dan memancarkan kebisingan.
Liu mengatakan saat ini desain dari blade mesin turbin telah matang secara bertahap, tetapi teknologi pengurangan kebisingannya masih belum begitu signifikan. Peneliti membutuhkan beberapa struktur trailing-edge baru untuk memanfaatkan potensi pengurangan kebisingan bionik.
Tim menghitung dan menganalisis kebisingan airfoil yang lebih sederhana berdasarkan konfigurasi sayap burung hantu. Harapannya temuan mereka bisa mengurangi kebisingan turbin.
Desain airfoil dievaluasi lebih lanjut berdasarkan aplikasi yang lebih spesifik. Peneliti percaya hasil penelitian mereka akan menjadi panduan penting untuk desain airfoil generasi terbaru.