Ibu-Ibu Wajib Tahu! Lima Modus Pelaku Kejahatan Digital Beraksi di Jaringan Internet Cepat
Jaringan internet cepat memang memiliki banyak manfaat. Akan tetapi, internet juga bisa membuat pengguna rentan terhadap penipuan, pencurian identitas, dan kejahatan siber lainnya.
Sebagaimana ibu saya alami awal Januari lalu. Suatu pagi di pertengahan bulan, ibu menelepon. Katanya, barusan ada seseorang mengaku Customer Service Telkom Indonesia menginformasikan ibu untuk segera membayar tagihan internet rumah yang diklaim menunggak selama dua bulan (November-Desember 2022) berikut dendanya.
Apabila ibu saya tidak melunasi segera, sambungan jaringan internet cepat di rumah akan diputus. Petugas IndiHome akan datang untuk mengambil set top box (STB) dan perlengkapan lain.
Panik dong, terlebih orang tua saya yang tak tahu apa-apa. Ayah saya gantian bertanya, apakah saya lupa membayarkan tagihan internet rumah sampai dua bulan?
Pasalnya, saya sendiri yang menghubungkan jaringan internet cepat untuk rumah di kampung demi mempermudah komunikasi dengan orang tua sejak 2022. Sejak itu pula, saya yang rutin membayarkan tagihan melalui dompet digital sebelum tanggal 5 tiap bulan. Sekarang kan transaksi apa-apa sudah praktis.
Saya menduga, orang tua saya nyaris jadi korban penipuan. Di satu sisi saya bersyukur, orang tua saya yang baru melek digital dan media sosial itu langsung mengonfirmasi ke saya. Bayangkan jika ibu langsung saja mengikuti step by step instruksi dari CS bodong itu, bisa raib uangnya.
Tagihan per bulan jaringan internet cepat di rumah orang tua saya rata-rata Rp 480 ribu. Kalikan saja dua bulan plus dendanya, bisa Rp 1 juta lebih potensi mereka tertipu.
Saya langsung meminta ibu memblokir nomor bersangkutan. Saya minta juga orang tua saya tidak sembarangan mengangkat telepon dari nomor tak dikenal.
Lima modus pelaku kejahatan digital
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berulang kali memperingatkan masyarakat Indonesia akan modus-modus kejahatan digital. Tujuannya menjaga ruang digital tetap kondusif, terutama yang berhubungan dengan transaksi finansial.
Setidaknya ada lima modus pelaku kejahatan digital yang perlu kita ketahui, khususnya emak-emak seperti ibu saya nih, yang baru kenal WhatsApp dan sosial media.
1. Phising
Phising biasanya dilakukan oknum mengaku dari lembaga resmi. Mereka menggunakan sambungan telepon, e-mail, atau pesan teks. Inilah yang dialami ibu saya di atas.
Pelaku menanyakan perihal data-data penting untuk mengakses akun korban, seperti kode one time password atau OTP, nomor KTP, password, dan sebagainya. Akibatnya, korban yang tidak mengantisipasi perlindungan data akan mengalami kerugian.
2. Phraming
Pelaku akan mengarahkan calon korban untuk mengakses laman situs palsu di mana entri domain name system yang diklik korban akan tersimpan dalam bentuk cache.
Setelah korban mengikuti instruksi pelaku, dengan sendirinya data mereka bisa diakses secara ilegal. Pelaku sebelumnya telah menaruh malware di sana yang membuat data-data pribadinya dicuri. Ini sering terjadi melalui aplikasi pesan, seperti WhatsApp.
3. Sniffing
Siapa yang suka menggunakan jaringan internet cepat berupa Wi-Fi umum? Nah, hati-hati ya. Kalau kita tak yakin dengan kekuatan perlindungan berlapis pada perangkat gawai kita, mending di tempat umum pakai paket internet sendiri saja deh.
Sniffing memungkinkan pelaku meretas dan mengumpulkan informasi korban secara ilegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korban. Saat kita menggunakan Wi-Fi umum yang free, pelaku diam-diam menyusupi ponsel atau laptop kita untuk mengakses aplikasi dan data-data penting yang kita simpan di perangkat kita.
Kita mungkin tak sadar menyimpan password ATM di pesan WhatsApp, nomor kartu kredit, password Wi-Fi rumah, aduh seram banget kan? Pelaku bisa tahu itu semua.
4. Money mule
Motif keempat ini paling sering terjadi di luar negeri. Akan tetapi, bukan berarti di Indonesia tak ada korban loh.
Pelaku money mule biasanya akan meminta korban menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain. Kasusnya mirip kliring cek di luar negeri di mana kita dapat cek, tetapi aslinya itu cek bodong.
Begitu kita membiarkan sejumlah uang yang tak jelas asal usulnya ke rekening kita, kemudian uang tersebut ternyata tidak kliring, ya langsung dipotong. Kalau uangnya terlanjur digunakan, kita bakal ditagih lagi untuk mengembalikannya.
Mirip seperti kasus pencucian uang. Kita dijanjikan dikirimi uang oleh seseorang, tetapi nantinya uangnya harus ditransfer balik ke rekening lain.
Jadi, kalau mendadak rekening kita kebanjiran uang dalam jumlah tak wajar. Jangan menganggapnya "durian runtuh." Langsung datangi bank dan jelaskan.
Jangan langsung senang dan menganggap itu rezeki dari surga. Bisa-bisa kita terkena kasus money laundry. FYI, seseorang yang terindikasi terlibat pencucian uang dapat dijerat hukuman penjara 20 tahun dengan denda Rp 10 miliar. Bukannya untung, malah buntung.
5. Social engineering
Beberapa sahabat saya pernah menjadi korban hipnotis untuk modus social engineering ini. Pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tanpa sadar mereka memberikan informasi penting dan sensitif yang dimiliki, seperti kode OTP dan kata sandi lainnya.
Kita secara tak sadar membagikan data-data pribadi kita yang seharusnya dirahasiakan dengan baik.
Tetap waspada!
Terkait penipuan jaringan internet cepat di atas, Vice President Marketing Management Telkom Indonesia, E Kurniawan mengingatkan pelanggan dan seluruh masyarakat agar berhati-hati. Dilansir dari Republika.co.id, modus yang marak terjadi saat ini adalah permintaan melakukan transaksi uang melalui nomor rekening pribadi.
Pelanggan diminta sejumlah uang untuk membuka blokir atau tagihan IndiHome yang menunggak. Pelaku menggunakan calling machine yang otomatis mengarahkan pelanggan berkomunikasi dengan customer service abal-abal tadi. Pelanggan pun diarahkan menekan angka 9 atau 1 pada telepon.
Pelaku kejahatan siber tadi lalu mengabarkan pelanggan bahwa nomor pelanggan telah disalahgunakan sehingga ada tunggakan yang perlu diselesaikan dan diteruskan pada pihak berwenang. Ujung-ujungnya, pelanggan diwajibkan memindahkan sejumlah uang ke rekening pelaku.
Inilah pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi, seperti nomor KTP, OTP, dan nomor rekening tabungan. Tetap waspada ya!